Kuliah di Universitas Swasta? Jangan Minder!

Sebelum masuk awal cerita, sebenernya saya bingung judul apa yang cocok untuk artikel yang saya buat. Tulisan ini tiba-tiba mengalir begitu saja. Jadi….mohon maaf bila alur cerita tulisan ini masih berantakan. Happy reading…

Di postingan kali ini saya akan membahas lika-liku studi yang telah saya lalui semasa duduk di bangku perkuliahan. Ternyata, melanjutkan studi di universitas swasta tidak seburuk yang orang-orang bayangkan. Ketika itu, tidak sedikit yang mengatakan bahwa kuliah di Universitas Swasta hanya untuk orang-orang yang “kurang” cerdas, atau bisa dibilang kepintarannya “pas-pas-an”. Banyak yang beranggapan bahwa untuk mereka yang cerdas, pasti akan memilih untuk melanjutkan studi di Universitas Negeri. Selain itu, sering kali kami mahasiswa Universitas Swasta dijuluki mahasiswa “buangan” yang ditolak oleh Universitas Negeri. Belum lagi muncul pernyataan jika mahasiswa swasta akan kalah bersaing di beberapa perusahaan besar.

Menurut saya, kepintaran atau kecerdasan seseorang tidak bisa diukur hanya dengan membandingan seseorang kuliah di Universitas Negeri atau Universitas Swasta. Namun dilihat dari soft skill dan hard skill yang ia miliki serta kemampuan lainnya. Tentunya banyak sekali faktor yang menentukan kecerdasan seseorang. Selain itu, bukan berarti mahasiswa Universitas Swasta merupakan mahasiswa “buangan” dari Universitas Negeri, bisa saja memang dari awal mereka sudah memilih Universitas Swasta sebagai tempat yang cocok untuk menimba ilmu.

Menjadi bagian dari UII merupakan takdir indah yang Allah SWT berikan. Saya masih ingat perasaan sedih ketika ditolak oleh beberapa Universitas Negeri yang saya impikan. Ketika itu saya merasa sangat terpuruk, bingung, dan merasa sudah gagal untuk mencapai kesuksesan. Namun saat ini saya baru menyadari bahwa rencana Allah lebih baik dari rencana manusia. Sukses itu bisa kita raih asal kita mau berusaha, terus bekerja keras, dan jangan mudah menyerah. Bahkan dalam buku “Negeri 5 Menara” karya Ahmad Fuadi tertulis, “Untuk menjadi sukses kita harus going the extra miles, tidak menyerah dengan rata-rata. Jika orang belajar 1 jam, dia akan belajar 5 jam, jika orang berlari 2 kilo, dia akan berlari 3 kilo. Jika orang menyerah di detik ke 10, dia akan menyerah sampai detik ke 20. Selalu berusaha meningkatakn diri lebih dari orang biasa. Oleh karena itu, jika kita ingin menjadi orang yang sukses, kita harus menerapkan going the extra miles, lebihkan usaha, waktu, upaya, tekad dan sebagainya dari orang lain”. Begitulah yang saya lakukan semasa saya kuliah, going the extra miles. Menyadari kemampuan saya yang pas-pas-an, saya berusaha berbuat lebih dari orang lain. Kuliah di jurusan Teknik Informatika tidaklah mudah, tidak ada sama sekali background komputer ketika saya SMA. Saat itu saya lebih menyukai pelajaran Matematika dan Biologi dari pada pelajaran Komputer. Oleh karena itu, saya belajar sangat giat dan berusaha untuk mengerjakan tugas lebih awal dari orang lain.  Saya butuh waktu lama untuk memahami materi dari berbagai mata kuliah di jurusan Teknik Informatika, hingga akhirnya saya mulai terbiasa.
Perjuangan tersebut ternyata tidak sia-sia, ketika semester satu saya berhasil meraih Indeks Prestasi yang memuaskan. Tentu hal tersebut merupakan awal yang baik, setidaknya ini bisa membuat orang tua saya tersenyum lega dan yakin bahwa saya bisa berprestasi. Namun saya tekankan sekali lagi, untuk mendapatkan IP yang memuaskan, perlu belajar dan berjuang melawan rasa malas yang tiba-tiba menyerang, saya ingin membuktikan bahwa saya bisa. Tekad tersebut tidak pernah berubah, ketika mendaftar menjadi asisten dosen dan saya berhasil, rasa percaya diri saya terus bertambah. Bagi sebagian orang mungkin menjadi asisten dosen adalah hal biasa, namun bagi saya hal tersebut merupakan pengalaman yang tidak dapat dilupakan begitu saja. Menjadi asisten dosen bukan berarti hanya mengoreksi pekerjaan mahasiswa saja, namun dari sana saya dipaksa untuk mengulang mata kuliah yang telah dilalui, memahami lebih dalam, hingga akhirnya saya menguasai mata kuliah tersebut tanpa melihat materi. Berawal dari asisten dosen, saya mengenal bagaimana rasanya mencari uang sendiri. Meski hasil yang diperoleh tidak banyak, namun saya cukup bangga bahwa saya berhasil mendapatkan gaji dari usaha saya sendiri.

Berprestasi bisa datang dari mana saja, bukan hanya sekedar memiliki IPK cumlaude. Menjadi bagian dari organisasi, memimpin suatu forum, aktif dalam komunitas, dan aktif dalam himpunan, menurut saya hal tersebut juga merupakan sebuah prestasi. Kita juga tidak boleh hanya terus belajar tanpa aktif bersosial. Dengan mengikuti organisasi, tentu kita dapat mengenal teman baru, belajar bekerja sama, dan belajar mencari solusi dari suatu masalah. Manfaat organisasi bisa kita dapatkan secara instan seperti rasa percaya diri, dan kemampuan leadership. Disamping itu, manfaat berorganisasi bisa kita rasakan untuk jangka waktu yang lama, seperti memiliki banyak relasi yang membantu kita di masa depan.

Menginjak tahun ketiga perkuliahan, muncul rasa bosan dengan kegiatan yang saya lakukan. Seketika terlintas untuk keluar dari zona nyaman yang hanya berkutat dengan tugas kuliah, projek akhir, asisten dosen, dan kepanitiaan. Saya ingin mencoba menimba ilmu di negeri orang dengan biaya sendiri, dan saya ingin mencoba untuk bekerja part-time di kampus. Singkat cerita saat itu Allah menjawab do’a yang saya panjatkan. Sempat saya berkonsultasi dengan teman kampung halaman yang pernah menimba ilmu di Thailand secara gratis selama satu semester, beliau menyarankan saya untuk mengikuti program “One Semester Scholarship for ASEAN Students in Chulalongkorn University, Thailand”. Tanpa pikir panjang, saya berusaha sebaik mungkin mempersiapkan segala dokumen yang dibutuhkan. Hingga akhirnya waktu berjalan begitu cepat, saya tidak sempat mengirimkan dokumen secara langsung melalui agen pengiriman, saya hanya bisa mengirimkan dokumen tersebut melalui email saja. Sembari menunggu pengumuman, saya mendaftar bekerja part-time di Perpustkaan UII. Banyak persyaratan yang harus saya siapkan, salah satunya adalah tanda-tangan dosen pembimbing akademik di lembar transkrip nilai yang saya miliki.

Di penghujung tahun 2016, seseorang memberi kabar bahwa nama saya tercantum di lembar pengumuman peserta “One Semester Scholarship for ASEAN Students in Chulalongkorn University”. Saya lolos dan berhak mengikuti program tersebut selama satu semester. Tidak lama setelah saya menjalankan program tersebut, saya mendapat kabar bahwa saya lolos untuk bekerja part-time di Perpustakaan UII. Namun sangat disayangkan, saya tidak bisa menjalankan part time tersbut karena waktu yang tidak memungkinkan.

Sesampainya di Indonesia, saya berkutat dengan urusan nilai yang harus dikonversikan. Meskipun saya mendapatkan nilai yang pas-pas-an ketika di Thailand, saya bersyukur saya masih bisa memperoleh IPK yang cukup memuaskan. Menginjak semester tujuh, saya mulai sibuk menjalankan program Kerja Praktik dan mengerjakan beberapa penelitian. Kala itu, salah satu penelitian bersama teman-teman kelompok berhasil di publikasikan secara Internasional. Di akhir tahun 2017, saya diberikan kesempatan untuk menjadi pembicara di acara seminar “motivation and sharing” kegiatan mahasiswa Teknik Informatika. Kegiatan tersebut merupakan program orientasi kepada mahasiswa baru sebagai ajang silaturahmi,  pengenalan himpunan, dan pengenalan kegiatan mahasiswa jurusan Teknik Informatika. Disamping itu, saya berhasil melaksanakan sidang Kerja Praktik yang telah saya jalankan sebelumnya. Tidak ingin bersantai terlalu lama, saya mulai mempersiapkan rancangan proposal untuk diajukan sebagai bahan pengerjaan Tugas Akhir.

Tugas Akhir yang saya kerjakan ditempuh dalam waktu 4 bulan. Pengerjaan Tugas Akhir ini saya kerjakan semaksimal mungkin, hampir tidak ada kata libur. Tugas Akhir tersebut kemudian menjadi bahan penelitian bersama antara mahasiswa dan dosen. Dari hasil penelitian tersebut saya mendapatkan dana hibah sebagai apresiasi atas apa yang telah saya kerjakan. Selain dari hasil penelitian Tugas Akhir, saya mendapatkan dana hibah dari dua penelitian lainnya yang pernah saya kerjakan di akhir masa perkuliahan. Maha Besar Allah, ketika sedang menunggu panggilan untuk bekerja, Allah memberikan rezeki lebih dari cukup yang dapat saya gunakan untuk membiaya kehidupan saya di Jakarta dalam mengikuti proses tes dan wawancara kerja. Berbekal pengalaman kecil semasa kuliah, saya selalu merasa percaya diri dalam mengikuti proses tes dan wawancara kerja.

Itulah proses indah yang telah saya lalui. Pengalaman yang mungkin tidak seberapa ini berhasil membuat saya terus belajar setiap harinya.  Belajar untuk selalu mensyukuri segala nikmat yang telah Allah berikan. Janganlah berkecil hati jika harapan tidak sesuai dengan apa yang telah kita rencanakan, bisa jadi Allah telah mempersiapkan rencana lain yang lebih baik untuk kita. Hargailah setiap kejadian yang kita alami. Setiap orang mungkin memiliki proses yang berbeda untuk bisa berprestasi dan mencapai kesuksesan, jadi nikmatilah proses tersebut. Berproses ternyata menyenangkan jika kita menjalankan-nya dengan penuh ke-ikhlas-an. Jika dalam berproses kita harus melalui ujian yang sangat berat, hadapilah dengan tegar, percayalah kepada Allah SWT yang akan menunjukan kita ke jalan yang lurus. Teruslah berusaha semaksimal mungkin, sisanya biarkan Allah yang mengurusnya, dan jangan lupa untuk terus memanjatkan do’a. Saya pernah membaca sebuah pepatah yang mengatakan bahwa, “Gapailah cita-citamu, lagi pula hidup ini bukan hanya sandiwara, melainkan sayembara. Setiap keinginan harus kita kejar, bukan hanya dipelihara. Kenapa? Karena kita bukan satu-satunya orang yang memiliki mimpi dan cita-cita. Kita harus berlomba.”


0 komentar:

Post a Comment

My Instagram